TIMES RIAU, RIAU – Bagaimanapun, hingga kini desa memiliki peranan penting dan tidak bisa dipisahkan di dalam konteks pembangunan nasional, karena adanya hubungan dan interkasi yang saling mempengaruhi dan ketergantungan antara desa dan kota. Walaupun, dari tahun ke tahun jumah penduduk desa terus mengalami defisit, sementara penduduk kota terus meningkat.
Pada akhir tahun 2022 persentase jumlah penduduk yang tinggal dipedesaan adalah sebesar 43,6% berbanding sebanyak 56,4% yang tinggal di daerah perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2045, penduduk yang tinggal di pedesaan akan berada dalam jumlah 25 hingga 30 persen dari total penduduk Indonesia. Jika melihat tren urbanisasi dan laju pertumbuhan penduduk di perkotaan.
Dan ini juga seirama dengan proyeksi yang dilakukan oleh Perseriktan Bangsa-Bangsa, bahwa pada tahun 2050 penduduk yang akan tinggal di perkotaan mencapai 70 hingga 75 persen.
Setidaknya terdapat empat peranan penting pedesaan dalam konteks pembangunan di Tanah Air. Pertama, adalah sebagai pemasok utama bahan pangan untuk kawasan perkotaan, berupa sumberdaya karbohidrat, protein, mineral dan vitamin yang bersumber dari hasil pertanian (beras, jagung, sagu), perikanan (ikan, udang, kepiting, kerang, rumput laut), peternakan (sapi, kerbau, babi, kambing, ayam, itik), perkebunan (sayur dan buah-buahan), dan kehutanan (madu, buah hutan).
Kedua, kawasan pedesaan yang pada umumnya kaya dengan potensi sumberdaya alam juga merupakan sumber dari bahan baku untuk berbagai keperluan industri yang terdapat di perkotaan, baik itu industri manufaktur (pembuatan), industri pengolahan bahan makanan dan minuman, industri otomotif, gas dan minyak bumi, dan yang lainnya.
Ketiga, adalah sebagai pemasok tenaga kerja untuk berbagai pekerjaan yang terdapat di perkotaan, baik sebagai buruh, karyawan, pedagang kaki lima dan sektor informal lainnya yang semakin banyak dan beragam di perkotaan.
Dengan komposisi jumlah penduduk desa sekarang yang masih diatas angka 43% (dari total penduduk Indoensia) adalah sebagai sumber tenaga kerja yang melimpah dan relatif murah.
Keempat, desa berperan dan berfungsi sebagai penjaga nilai-nilai budaya luhur bangsa yang perlu dilestarikan seperti; gotong royong, tolong-menolong, bekerjasama, tegur sapa, tepo salero, saling menghormati satu sama lainnya, sopan santun, ramah-tamah, hidup rukun dan damai, sederhana, peka dan peduli sosial, dan lebih mementingkan ikatan kekeluargaan dan kebersamaan.
Uang, harta, dan jabatan bukanlah hal yang utama dan segala-galanya di pedesaan. Yang paling utama adalah kerukunan hidup dan kedamaian. Namun tak dapat dipungkiri, dengan kamajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh globalisasi, keadaan ini juga sudah semakin tergerus dan meluntur.
Internet of Things (IoT)
Ditengah gempuran arus globalisasi dan kapitalis yang telah memasuki dan mempengaruhi kehidupan desa di satu sisi, namun di sisi yang lainnya desa juga harus mampu bertahan dan beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Desa harus dibangunkan sesuai tuntutan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tidak semakin tercecer dan terkebelakang dalam arus pembangunan yang kian deras, menderu dan membahana. Setidaknya tidak jauh tertinggal berbanding kemajuan di perkotaan.
Kemajuan pembangunan desa juga secara tidak langsung akan dapat membantu untuk mengurangi arus urbanisasi, yang kini banyak menghantui perkotaan di Tanah Air. Diantara penyebab utama penghijrahan ke perkotaan adalah untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang menjanjikan dengan upah yang lebih tinggi dan memadai.
Selain itu juga karena alasan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di perkotaan, khususnya kuliah di perguruan tinggi atau sekolah menengah atas yang berkualitas. Ada juga yang berhijrah karena ingin menaikkan status sosial menjadi orang kota dan terasa lebih modern dengan fasilitas dan kemudahan yang lebih banyak dan beragam dibandingkan di desa.
Kini, dengan semakin meningkatnya perhatian pemerintah dalam pembangunan desa yang jumlahnya mencapai 75.000 desa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, mulai dari desa yang berlokasi di pesisir pantai dan pulau-pulau terpencil.
Desa yang terdapat di perbatasan dengan negara lain, desa di kawasan perbukitan, pegunungan dan pedalaman, serta desa-desa yang dekat dengan pusat perdagangan dan jasa yang terletak dekat dengan ibukota kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi.
Untuk tahun 2025 alokasi dana desa dari pemerintah pusat adalah sebesar Rp. 71 triliun. Dalam struktur APBN, alokasi dana desa pada tahun 2020 dan 2021 adalah 72 triliun.
Sementara itu alokasi dana desa untuk tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp.68 triliun. Lalu pada tahun 2024, alokasi anggaran dana desa meningkat menjadi Rp.70 triliun.
Dana yang dikucurkan ini dapat digunakan untuk pembangungan infrastruktur desa seperti jalan, jembatan, jaringan listrik, air bersih dan tempat pembuangan sampah. Dan yang terpenting adalah untuk kegiatan ekonomi produktif dan kreatif yang akan sangat berfaedah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dan kemajuan desa, baik di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, kerajinan, industri kecil dan rumah tangga.
Termasuk juga pengembangan industri pariwisata bagi desa yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Kreativitas dan inovasi dari aparatur desa bersama masyarakat sangat dituntut agar pemanfaatan dana desa dapat optimal dan tepat sasaran dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pembangunan desa, seperti program pengurangan kemiskinan, pencegahan stunting, ketahanan pangan serta mencari peluang investasi dan usaha produktif.
Oleh karena itu, kesiapan dari penduduk desa untuk mengelola dana yang dikucurkan sangat krusial. Dimana, jika tidak didukung oleh sumberdaya manusia (SDM) desa yang memadai dan berkualitas, justru dana yang dikucurkan menjadi beban dan malapetaka bagi peduduk desa dan pembangunan desa.
Dengan banyaknya pemberitaan tentang penyalahgunaan dana desa, penggunaan dana yang tidak tepat sasaran, proyek fiktif, atau terjadinya perampokan dana desa (korupsi) oleh aparatur desa dan pihak-pihak terkait lainnya. Tidak dapat tidak, aparatur desa harus memahami dengan baik aspek pengelolaan keuangan yang sesuai dengan perundangan.
Dalam konteks pengwujudan desa pintar (smart village), paling tidak harus dapat tercapai tiga hal utama di dalam pembangunan desa, yaitu; desa yang maju, menarik dan berdaya saing. Desa yang maju dari berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial-budaya, agama, fisik dan lingkungan).
Suatu desa yang mantap pertumbuhan ekonomi yang dapat terdistribusi secara adil di seluruh kalangan masyarakat, wujudnya harmonisasi kehidupan bermasyarakat, terawatnya nilai-nilai luhur dan budaya lokal, masyarakat yang religius, lingkungan yang lestari serta ditopang oleh infrastruktur yang berkualitas.
Dalam konteks kekinian, desa yang sudah terkoneksi dengan jaringan internet sebagai sumber informasi dan komunikasi di dalam internal desa maupun ke luar desa, bahkan ke manca negara. Selain itu, kemajuan desa juga banyak disumbangkan oleh penguasaan ilmu pengetahun dan teknologi.
Kemudian dapat tercipta desa yang menarik untuk ditempati oleh warga masyarakat dan juga pendatang. Yang dicirikan dengan tunaknya warga desa tinggal dan menetap di desa. Dan jika pergi keluar desa, ingin segera pulang dan senantiasa ingat dengan desa.
Bagi para pendatang pula, ingin berlama-lama tinggal di desa. Dan jika sudah berpisah, ingin untuk datang lagi, serta mengajak orang lain untuk berkunjung ke desa. Jadi desa yang memiliki daya tarik tinggi di mata warga dan juga pendatang.
Selain itu, adalah dicirikan dengan desa yang mempunyai daya saing tinggi, sehingga walaupun tinggal di desa tapi pendapatan atau gaji yang diperoleh warga masyarakat setara dengan orang yang bekerja di kota. Begitu juga produk barang dan jasa yang dihasilkan di desa dapat untuk dipasarkan dan bersaing di tingkat regional, bahkan menembus pasar nasional dan global.
Sebagai kesimpulan, pengejawantahan smart village dapat dirasakan dengan semakin meningkatnya kualitas hidup masyarakat desa dan penggunaan tekonologi informasi dan komunikasi (TIK) didalam mengatasi berbagai permasalah di desa dengan penerapan Internet of Things (IoT).
Dalam konteks ini sebauh desa yang telah dilengkapi dengan website dan aplikasi yang akan dapat memudahkan urusan warga desa dengan berbagai fitur seperti wifi publik gratis, dapat mengakses layanan tanpa harus datang ke kantor desa, dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan secara cepat seperti nomor-nomor penting aparatur desa dan kecamatan.
Event dan tempat wisata, membuat laporan kepada pemerintah desa, dapat melaporkan tindakan kriminalitas dengan cepat, dan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif didalam pembangunan desa.
Semoga di masa depan akan bermunculan smart village yang menyebar di seluruh penjuru dan pelosok Tanah Air, dari Sabang hingga Merauke. (*)
***
*) Oleh : Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env, Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau Pekanbaru.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |